Nampak gagah ya... hehe...
Padahal ini adalah saat-saat yang mencekam dan berbahaya! Kawah Mahameru mengepul setiap 20 menit mengeluarkan abu vulkanik berwarna hitam dan pasir.
Gunung Mahameru merupakan gunung yang tertinggi di pulau Jawa dan gunung berapi yang kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.676m dari permukaan laut dan merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif.
Pengalaman pendakian Mahameru ini tidak akan terlupakan selama hayat saya. Saya lupa ini pendakian ke berapa ke Mahameru, karena dulu setiap 17 Agustus, saya selalu mendaki ke sini, untuk merayakan HUT Kemerdekaan di Ranu Gumbolo.
Perjalanan saya melewati jalur Malang - Tumpang - Gubuk Klakah - Ranu Pane - Ranu Gumbolo - Arcopodo - Mahameru.
Apabila melihat foto ini, saya merasa bangga dan ingin tertawa geli.
Saya bangga karena bisa mencapai puncak tertinggi di pulau Jawa ini dengan sukses. Tidak ada kata-kata yang pantas saya ucapkan selain memanjatkan puji syukur kepada Yang Maha Kuasa. Saya diberikan kesempatan untuk menginjakkan kaki di atas ketinggian tiga ribu meter di atas permukaan laut... sungguh luar biasa! Dan lebih bersyukur lagi, saya bisa kembali ke rumah dengan selamat.
Saya tertawa geli karena melihat sepatu dan jaket yang saya kenakan.
Saya waktu itu mendaki berdua orang saja. Kami menginap di pos terakhir Arcopodo sebelum mendaki puncak pada dini hari. Rute dari Arcopodo ke puncak adalah pasir yang bergerak, so setiap kaki kita melangkah naik sekali, akan merosot turun setengah langkah...begitu seterusnya... sangat melelahkan. Dibutuhkan waktu sekitar 3-4 jam mendaki tebing pasir ini. Suhu rata-rata berkisar antara 3°c - 8°c pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari berkisar antara 15°c - 21°c. Kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan salju kecil yang terjadi pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Suhu yang dingin disepanjang rute perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam tetapi didukung oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menyebabkan udara semakin dingin.
Untuk mendaki tebing pasir ini, memang disarankan dini hari. Hal ini dikarenakan untuk masalah keselamatan pendaki. Jika kita mendaki jam 1 dini hari, diperkirakan mencapai puncak Mahameru jam 5 pagi. Tidak berlama-lama di puncak, jam 6 kita harus sudah turun meninggalkan puncak. Tujuannya adalah kita menghindari perubahan arah angin di puncak. Angin di puncak Mahameru sangat kencang.
Semakin siang, arah angin akan berubah-ubah, jika arah angin berubah ke jalur pendaki, angin itu akan membawa kepulan abu vulkanik yang beracun. Ini berbahaya bagi pendaki!
Nah, ceritanya kebetulan saat itu teman saya memilih menunggu di pos Arcopodo. So, saya akan sendirian mendaki ke puncak. Wah, kebetulan sekali teman saya memilih menunggu di pos, sehingga saya bisa meminjam jaket dan sepatu gunungnya.... hehe...
Dengan membawa lampu senter dan tas kecil berisi air minum, kamera, dan beberapa biskuit, saya melangkahkan kaki menuju puncak Mahameru tepat jam 1 dini hari.
Perjuangan yang melelahkan akhirnya terbayar sudah. Sekitar jam 5 an pagi, matahari terbit dari arah timur.... Oh... sungguh indah, menakjubkan...
Untunglah saat itu saya tidak sendirian di atas puncak Mahameru. Ada beberapa pendaki lain yang juga berada di situ. Cepat-cepat saya minta tolong untuk diambilkan gambar dengan kamera saya.
Cepreet...! Mas, sekali lagi Mas, tunggu kawahnya meleduk lagi.... Cepreet...!
Wah... tegang, senang, bangga, dan haru menyaksikan foto saya ini... ini momen yang paling indah bagi saya...:)
Ternyata sepatu dan jaket yang saya kenakan adalah pinjaman seorang sahabat... hehe... jadi ketauan sekarang... terimakasih sahabat... karena dikau saya bisa difoto menjadi gagah... hehe... :)
Karena sebenarnya saya berangkat mendaki hanya bermodalkan sendal jepit, sarung, dan kaos2 lengan panjang, plus satu tas ransel yang sudah penuh dengan jahitan tambalan. Ya, sebenernya saat itu saya adalah pendaki "nekat" dan "miskin". Yang penting naik gunung, masuk hutan... mungkin itulah moto saya waktu itu.. hehe...
Oya, sarung dan celana gunung (merk Alpina) itu selalu setia menemaniku dalam semua pengembaraanku.
Sarung itu masih ada sampe sekarang, cuman celana gunungnya sepertinya sudah dijadikan "gombal" sama Ibuku... (gombal itu seperti kain untuk pel lantai)... hehe... sebenernya sih, menurut saya celana itu masih enak dipakai, cuman mungkin gak enak dipandang saja... menurut pengamatan dan riset Ibuku... hehe...
Salam rimba,
Go Green
Rabu, 07 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar